Mediasi sebagai Upaya Penyelesaian Perkara Masa Kini

Mediasi sebagai Upaya Penyelesaian Perkara Masa Kini

Ibarat gembok yang membutuhkan kunci, begitupula dengan adanya sengketa yang membutuhkan solusi. Setiap sengketa atau masalah tidak selalu memiliki cara penyelesaian atau solusi yang sama. Situasi dan kondisi penyebab dari suatu sengketa menyebabkan sengketa tersebut membutuhkan solusi yang berbeda pula. Hal ini pun berlaku dalam kaitannya dengan sengketa hukum. Secara umum, sengketa hukum dapat diselesaikan melalui 2 (dua) metode yaitu, Metode Litigasi (Proses Pengadilan) dan Metode Non Litigasi (Proses di luar pengadilan).

Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia memperkenalkan metode alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat Non-Litigasi sebagai solusi untuk meminimalisir penumpukan perkara di tingkat pertama, banding, maupun kasasi dalam proses pengadilan.  Keberhasilan dari suatu metode Non-Litigasi cukup mempengaruhi tingkat kepercayaan Pencari Keadilan dalam memanfaatkan proses hukum di Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Indonesia telah mengenal beberapa bentuk alternatif penyelesaian sengketa Metode Non-Litigasi, salah satunya merupakan Mediasi. Mahkamah Agung telah mewajibkan penggunaan proses Mediasi sejak diterbitkannya Perma No. 2 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang kini telah mengalami perubahan untuk yang ketiga kalinya menjadi Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Berdasarkan Pasal 1 Perma No.1 Tahun 2016, Mediasi memiliki pengertian sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Peran seorang Mediator sebagai pihak yang netral dalam sengketa dapat dilakukan oleh Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator. Kesepakatan dalam mediasi dibuat sendiri oleh para pihak. Kesepakatan sebagai keputusan akhir yang dibuat oleh pihak ketiga, dianggap sebagai penentu.

Alur proses mediasi dikendalikan oleh partisipasi aktif para pihak. Berbeda dengan alternative penyelesaian sengketa atau metode litigasi lain dimana para pihak sekedar menerima keputusan yang dibuat oleh pihak ketiga sebagai solusi. Mediator tidak berkewenangan untuk membuat keputusan atas inisiatif sendiri, melainkan hadir untuk mendengar, mendampingi, dan memfasilitasi negosiasi antara para pihak untuk menentukan jalan keluar sengketa dan membuat akta perdamaian.

Menurut Ruth Carlton, dalam penerapannya, mediasi memiliki beberapa prinsip yaitu Prinsip kerahasiaan (Confidentiality), Prinsip Sukarela (Volunteer), Prinsip Pemberdayaan (Empowerment), Prinsip Netralitas (Neutrality), dan Prinsip Solusi yang Unik (Unique solution). Kelima prinsip tersebut mengakomodir tujuan akhir dari mediasi yaitu untuk memberikan Win-Win Solution untuk pihak-pihak yang berperkara

Ruang lingkup dari Mediasi sendiri adalah terkait dengan wilayah privat/perdata, yang melingkupi sengketa-sengketa perdata seperti sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, bisnis, ekonomi/ekonomi syariah dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya. Walaupun mediasi merupakan Metode Non-Litigasi / di luar pegadilan, penyelesaian sengketa melalui Mediasi dapat juga ditempuh di pengadilan. Bagian kedua Perma No. 1 Tahun 2016 mengatur secara spesifik jenis perkara apa saja yang wajib menempuh proses mediasi di pengadilan.

Mediasi yang dilakukan melalui pengadilan merupakan bagian dari proses hukum acara pengadilan, sementara proses mediasi diluar pengadilan merupakan bagian tersendiri yang terpisah dari prosedur hukum acara. Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen untuk  alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN).

Baik mediasi di Pengadilan maupun di luar Pengadilan, keduanya memiliki manfaat yang sama, dan sama-sama berdasarkan pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan sehingga penggunaannya patut dipertimbangkan oleh pencari keadilan, karena mediasi bertujuan untuk memberikan penyelesaian sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan imparsial. Dengan begitu, mediasi memberikan kesempatan pada para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sejajar, dimana tidak ada pihak yang menang maupun kalah.

Dengan adanya Mediasi, kami sebagai advokat berharap masyarakat dapat memiki akses lebih mudah terhadap keadilan sekaligus sebagai bentuk nyata implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Mediasi memberikan kemungkinan masih terjalinnya hubungan baik antar para pihak karena mereka telah beritikad baik untuk secara kooperatif menyelesaikan sengketa.
Hal ini lebih menguntungkan bagi pencari keadilan yang memilih mediasi untuk menyelesaikan sengketa di dunia bisnis yang membutuhkan adanya hubungan kerja sama yang baik secara terus menerus.