Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang perlu mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang di bidang merek akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit oriented), sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam pratek bisnisnya.
Merek sebagai identitas usaha memperoleh ha katas merek setelah melalui proses pendaftaran, yakni setelah melalui proses permohonan, proses pengumuman, dan proses pemeriksaan subtantif serta mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diterbitkan sertifikat.
Secara lebih rinci, mengenai pendaftaran merek diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (Permenkumham 67/2016).
Terkadang dalam pendaftaran merek, sering ditemui kasus terdaftarnya dua merek yang mirip dan di bidang usaha yang sama. Maka, disini pihak yang merasa dirugikan oleh pendaftaran suatu merek dapat melakukan upaya hukum berupa mengajukan gugatan pembatalan (jika merek tersebut sudah terdaftar), meminta penyelesaian melalui mekanisme alternative penyelesaian sengketa, atau melaporkan ke polisi atau penyidik.
Pasal 99 ayat 2 huruf a Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa penyidik melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana bidana merek. Seseorang yang melaporkan ke penyidik atas kesamaan mereknya, maka disinilah penyidik yang akan memeriksa kebenaran aduan tersebut. Meskipun merek yang di mohonkan telah terdaftar, tidak menutup kemungkinan bahwa merek tersebut akan lolos dari kemungkinan gugatan pembatalan.
Pasal 76 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan gugatan pembatalan merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan (pemilik merek terdaftar, jaksa, Yayasan/Lembaga di bidang konsumen, dan majelis/ Lembaga keagamaan).
Lantas, jika terbukti bahwa pihak lawan beritikad tidak baik dengan mendompleng nama atau singkatan nama orang atau merek terkenal tanpa izin, apakah bisa dikenakan sanksi kepada yang bersangkutan?
Konsultan sekaligus pengamat hukum kekayaan intelektual, Gunawan Suryo Murcito menyebutkan, sanksinya hanya pembatalan pendaftaran merek. Dalam doktrin HKI suatu merek yang sudah terdaftar tak bisa dikatakan telah melanggar hak kecuali saat merek itu sudah dibatalkan, namun ia masih tetap menggunakannya.
A&A Law Office adalah law firm yang kompeten di bidang hak kekayaan intelektual (HKI). Kami beranggota tim advokat berlisensi resmi PERADI yang menjaga keprofesianalan kerja dalam menyelesaikan sengketa HKI. A&A Law Office akan memastikan sengketa HKI yang anda hadapi dengan tuntas dan dengan prosedur hukum yang tepat.